Gayssssss nyadar nggak si kemarau bentar lagi lho, udah siapin plan kemana? Atau mau barengan aku merampungkan bucket list ku? hehe. Akan tetapi but, seindah-indahnya Danau Segara Anak, sedamainya Telaga Dewi, secantiknya Ranu Kumbolo, atau bayangan Inerie yang selalu melekat di hati, jangan sampai lupa pulang ke rumah yaa. Karena cinta yang paling nyata tetaplah keluarga dan waktu terindah adalah bisa kumpul bersama pas momen Ramadhan tiba.
Berbicara soal bucket list, salah satu destinasi impian yang telah kupenuhi dan sampai saat ini masih membekas kenangan indah adalah Gunung Slamet. Bertahun – tahun menjadi gunung impianku, akhirnya waktu itu aku berhasil berkenalan dengan gunung Slamet.
Gunung Slamet Bikin gemes. Kenapa? karena bolak balik beberapa kali jarang banget dapet cuaca bagus. Sekali cuaca bagus, eh bangunnya kesiangan, eh hipotermi, dan eh eh yang lain. Badai, kabut, hujan, semuanya seolah bekerjasama menjadi satu rangkaian penghalang kami untuk menikmati keindahan atas nama matahari datang dan matahari pergi.
Paling mending bulan Oktober 2018 kemarin, cerahh dan tidak kesiangan. Penampakannya seperti foto di atas. Sore sebelum ini kami sudah mencapai Plawangan dengan goal sunset di puncak. Apa daya, gerimis halimun mengitari puncak dan petir saling berkelebat yang tidak memungkinkan kami untuk melanjutkan.
Slamet paling berbekas mungkin adalah via Baturaden, karena rasa lelahnya setara dengan Ciremai via Linggasana, dan terutama ternak pacet yang sangat subur di jalurnya. Kemudian via Gunung Malang, ini jalur paling rimbun, karena namanya kurang tersohor dibandingkan tetangganya, Bambangan. Jarang sekali pendaki lewat sini. Saranku, jangan gunakan trek malam ya, rawan tersesat karena jalurnya yang tidak begitu jelas dan banyak yang sudah tertutup rumput liar.
Bonus pendakian buatku adalah mereka : sunset, sunrise, lautan awan, cuaca cerah, dan serentetan pemandangan yang ayu dalam frame sebuah foto. Manusiawi, jika manusia memburu bonus. Tapi ingat, bonus bukan prioritas, bonus hanyalah bonus, dapet ya syukur, enggak pun tidak apa. Dan Penakir, Kaliwadas, Guci, mereka adalah PRku selanjutnya. Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya, kataku pada si kerir yang sudah tergeletak sejak Desember kemarin. Ada masanya.